We’ve updated our Terms of Use to reflect our new entity name and address. You can review the changes here.
We’ve updated our Terms of Use. You can review the changes here.

You Go Away I'm Here - Working Class Hero

by Flazh Record

/
  • Streaming + Download

    Includes unlimited streaming via the free Bandcamp app, plus high-quality download in MP3, FLAC and more.
    Purchasable with gift card

      $1 USD  or more

     

about

Mei adalah pertanda bagi kami untuk menanggalkan single kedua yang berjudul “Working Class Hero” di angka perdananya. Bertepatan dengan hari Buruh, kami mencoba memposisikan lagu kami tersebut dengan pemaknaannya yang selaras. Bukan menjadi anekdot dan tidak hanya menjadi sebuah reportase, namun dapat dijadikan sebagai alat gerak untuk kita bersama-sama meninggalkan pemikiran retrospektif, serta dapat menjadi energi sebagai upaya untuk memperjuangkan hak-hak yang belum tercapai dari kewajiban-kewajiban yang sudah kita berikan. Dalam hal ini, kami ingin membahas tentang Buruh beserta baladanya dan sekelompok aturan yang mengatur tentangnya.


KELAS PEKERJA & POST-KOLONIALISME

Buruh adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan, baik berupa uang atau yang lainnya dari si Pemberi Kerja yang biasa disebut Majikan atau Pengusaha. Dalam teorinya, Karl Marx menyebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut Majikan, dan kelompok yang terlibat didalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut Buruh. Kemudian arti dari Pekerja adalah menunjuk pada proses dan sifat kemandiriannya. Kenapa demikian? Bisa jadi Pekerja itu bekerja untuk dirinya dan juga menggaji dirinya. Sekarang, istilah Pekerja dan Buruh menjadi sama dalam perngartiannya. Sementara istilah tenaga kerja di populerkan oleh pemerintah Orde Baru, untuk menggantikan kata Buruh yang dianggap ‘kekiri-kirian’ dan radikal yang merujuk pada peristiwa G30S. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan. Namun sejak era reformasi, khususnya ketika Gus Dur menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4, istilah Buruh mulai dipergunakan kembali. Secara resmi di tetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Buruh atau Pekerja selain harus mencukupi dirinya sendiri, juga kadang harus ikut bertanggung jawab atas hidup orang lain yang mereka perjuangkan (baca: keluarga). Selain itu Buruh juga ikut berperan besar dan berjasa dalam mengembangkan sebuah perusahaan dimana mereka bernaung. Jadi, Pengusaha atau pemilik perusahaan di haruskan memperlakukan Buruh atau Pekerjanya dengan semestinya apalagi tentang standarisasi minimum upahnya, karena biar bagaimanapun perusahaan tidak akan ada tanpa adanya sebuah elemen yang dinamakan ‘Buruh atau Pekerja’. Namun fenomena perburuhan tidak hanya mengenai masalah besar kecilnya upah saja, tetapi pada sistem ekonomi juga dimana Buruh itu berada, apalagi saat ini negeri yang indah ini hampir penuh dengan kerajaan industri. Begitupun kesenjangan antara orang kaya dan orang-orang yang terus berlanjut semakin meluas seiring kontrol perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan korupsi pemerintah meningkat.
Sudah selayaknya Buruh sejahtera dengan kerja kerasnya, semua Buruh adalah aset negara mereka patut dihargai dan berhak mendapat pelayanan baik dari pemerintah maupun pihak keamanan negara.
Meninjau pada pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” yang mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, ada juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Konvensi ILO 81 Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri Dan Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan Industrial. Namun pada kenyataannya jauh dari yang diharapkan di mana Buruh masih saja mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Dengan kata lain, implementasi Panca Krida Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan keempat dan kelima belum terealisasi. Yang mana bunyinya adalah

- Pembebasan Buruh/Pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan
- Memberikan posisi yang seimbang antara Buruh/Pekerja dan Pengusaha.

Meskipun upaya dari krida tersebut masih dilakukan seperti
- Pemberdayaan serikat Pekerja dan Pengusaha
- Pemberdayaan Pekerja dan Pengusaha
- Penegakan hukum kemanfaatan (Law Enforcement)

Menelisik pada sejarah panjang perjuangan para Buruh di dunia adalah bagaimana mereka berjuang untuk mendapatlkan hak-hak atas keringat yang telah mereka kucurkan untuk industri tempat mereka bekerja. Salah satu contoh pada abad 19 tepatnya di Chicago IL, hal yang paling dikecam oleh Buruh adalah masalah jam kerja, karena pada abad tersebut Buruh bekerja hampir 19-20 jam/hari. Sedangkan upah yang diperoleh tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka berikan serta tidak adanya intensif saat lembur. Sehingga membuat para Buruh geram dan berbondong-bondong melakukan mogok kerja menuntut untuk mereduksi jam kerja. Bahkan pada tanggal 5 September 1882 Parade Buruh digalakkan di New York dengan peserta kurang lebih 20.000 orang. Mereka membawa spanduk bertuliskan ‘8 Jam Kerja, 8 Jam Istirahat, 8 Jam Rekreasi’. Di Indonesia sendiri jam kerja Buruh diatur di dalam pasal 77-85 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Juga pada awal 1990an, Indonesia sudah mulai memperingati Hari Buruh. Tetapi hal ini ditiadakan karena dianggap menjadi suatu gerakan yang membahayakan berkaitan dengan bahaya laten komunis yang dibudidaya dimasa Orde Baru. Sebuah kontradiktif, ketika Presiden Soeharto malah membuka tangan kepada para investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia khususnya pada awal tahun 1973 dengan merujuk pada akar Undang-Undang Modal Asing (UU No.1 Tahun 1967), ditandai dengan Kontrak Karya Pertama milik Freeport yang berlaku selama 30 tahun sejak mulai beroperasi pada tahun 1973. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 sendiri berisi berbagai insentif dan jaminan kepada calon investor asing. Di dalamnya termasuk masa bebas pajak dan jaminan tidak adanya nasionalisasi (kecuali dianggap perlu bagi kepentingan nasional dan dengan kompensasi penuh sesuai hukum internasional). Peristiwa Lima Belas Januari atau lebih dikenal sebagai Malari pada tanggal 15 Januari 1974 di bumi Jakarta , merupakan gerakan Mahasiswa pertama yang menentang kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai kebijakannya terkait dengan pihak asing dalam pembangunan nasional yang sudah berpindah haluan dari pembangunan yang pro rakyat. Kendati mendapat protes dan kritik keras, pemerintah Orde Baru bergeming. Sebuah legitimasi wajah baru kolonialisme telah tercipta .


KARTINI DI PENGHUJUNG ORBA

Perjuangan Buruh di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sosok wanita yang penuh keberanian memprovokasi demo penuntutan hak-hak Buruh pada PT. Catur Putra Surya pada tanggal 3 sampai 4 Mei 1993. Sosok tersebut bernama Marsinah, namun ia harus pergi dengan meninggalkan luka yang dalam. Marsinah ‘dihilangkan’ karena melawan penguasa meskipun ia seorang Buruh yang hanya menuntut hak-hak yang harus terpenuhi dari kewajiban yang sudah dipenuhi. Mayatnya ditemukan terbujur kaku pada tanggal 8 Mei 1993 di sebuah hutan Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah hilang karena benar, dibawah rezim Orde Baru, ideologi Pancasila yang mengedepankan humanisme dan konsep Ketuhanan ini telah dicederai. Dimana pelanggaran HAM berat terhadap aktivis kemanusiaan pada khususnya banyak terjadi. Marsinah dan kawan-kawan Buruh lainnya kala itu menyuarakan hak-hak normatif Buruh seperti kelayakan upah pokok dari Rp. 1.700 menjadi Rp. 2.250, lalu kebebasan berserikat, dan lain sebagainya. Aksinya berlangsung setelah mereka di pecat sepihak oleh perusahaan pada tanggal 2 Mei 1993.
Kondisi Marsinah setelah di culik dan dibunuh kala itu sangat mengenaskan dengan peluru yang menembus kemaluannya. Nyawanya tidak sebanding dengan nilai rupiah sebesar Rp. 550 yang ia minta naikan dari perusahaan tempat ia bekerja. Tim Bakorstanasda pada 30 September 1993 melakukan penyelidikan terhadap pembunuhannya. Delapan petinggi PT. Catur Putra Surya ditangkap, termasuk Murtini selaku kepala Personalia PT. Catur Putra Surya. Mereka dituduh sebagai ‘dalang’ dalam peristiwa terbunuhnya Marsinah. Namun pernyataan mereka adalah bentuk dari rekayasa aparat kala itu. Alhasil pada tanggal 5 Mei 1995, seluruh karyawan PT. Catur Putra Surya yang terlibat di bebaskan oleh Mahkamah Agung Indonesia dengan dalih tidak memiliki bukti yang kuat. Pemerintah cuci tangan lalu permasalahan HAM tersebut dianggap selesai. Namun tidak bagi semangat Marsinah yang merasuk dalam jiwa-jiwa para pejuang hak hingga sampai saat ini.


SERIKAT MELAWAN SEKAT

Berbicara HAM (Hak Asasi Manusia), sebenarnya belum terpenuhi secara merata sesuai dengan esensinya. Sudah lebih dari 71 tahun bangsa Indonesia merdeka namun kenyataannya kemerdekaan hanya bisa disantap oleh segelintir orang saja. Segelintir orang yang disebut Korporat, Penguasa jahat yang berkongsi dengan Aparat lalu mereka bersama-sama merampas ruang hidup rakyat dengan mengatasnamakan pembangunan, tanpa diselaraskan dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) nya yang begitu syarat. Yang tidak kalah menarik adalah sistem kerja kontrak dan outsourcing yang ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia. Yang kami ambil dari situs indoprogress.com

“ Pada 3 Oktober 2012, kaum buruh Indonesia yang dipelopori oleh Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) melancarkan aksi Mogok Nasional. Salah satu slogan mereka adalah penghapusan outsourcing. Mogok Nasional ini sendiri bisa dikatakan sebagai salah satu puncak dari gerakan Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (Hostum) yang digulirkan sejak Mei 2012. Sejak itu, mereka sudah melakukan aksi-aksi pengepungan pabrik untuk memaksa pengusaha mengubah status buruhnya yang outsourcing menjadi hubungan kerja langsung dengan perusahaan tempat ia bekerja.
Menurut Roni Febrianto, salah seorang pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), salah satu elemen MPBI, sejak gerakan Hostum dimulai sampai menjelang Mogok Nasional, ada lebih dari 50.000 buruh outsourcing yang berhasil diubah statusnya menjadi hubungan kerja langsung dengan perusahaan.
Outsourcing memang merupakan momok bagi buruh. Bersama-sama dengan sistem kerja kontrak, outsourcingadalah cara untuk membuat hubungan kerja buruh-pengusaha menjadi fleksibel. Fleksibel atau biasa disebut labour market flexibility di sini bermakna hubungan kerja menjadi lebih mudah untuk diubah atau ditiadakan, tanpa konsekuensi yang berat bagi pengusaha, sesuai dengan kondisi bisnis yang berubah-ubah. Perjanjian kerja dibuat hanya untuk sementara atau jangka waktu tertentu. Inilah yang disebut dengan sistem kerja kontrak yang biasa dibedakan dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu atau kerja tetap.
Cara fleksibel lainnya adalah dengan menggunakan buruh dari perusahaan penyalur tenaga kerja, di mana urusan rekrutmen dan administrasi ketenagakerjaan serta pemenuhan hak-hak buruh dilimpahkan kepada perusahaan penyalur tersebut. Inilah yang disebut dengan sistem outsourcing tenaga kerja.
Dalam sistem outsourcing, hubungan kerja resmi si buruh adalah dengan perusahaan penyalur tenaga kerja, tetapi si buruh bekerja untuk dan menerima perintah dari perusahaan pengguna tenaga kerja.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) sebenarnya menetapkan pembatasan-pembatasan atas kerja kontrak dan outsourcing. Kerja kontrak, misalnya, hanya boleh untuk “pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu” dan “tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.” Kerja kontrak hanya “dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.” Pembaruan perjanjian kerja kontrak juga hanya dapat “dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.”
Kemudian, untuk outsourcing, dinyatakan bahwa outsourcing hanya bisa diterapkan pada pekerjaan yang “dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama” dan “merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.” Outsourcing “tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan proses produksi.”
Perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi buruh outsourcing harus “sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Namun, nyaris semua peraturan ini dilanggar di lapangan. Outsourcing, misalnya, banyak diterapkan pada pekerjaan yang merupakan core-business dari sebuah perusahaan. Ini bisa dilihat dari jenis-jenis buruh yang disalurkan oleh berbagai perusahaan penyalur ini.
PT FBP, misalnya, menyediakan buruh setingkat operator yang bekerja di bidang produksi. Lalu, PT TKI menyalurkan buruh kontrak untuk operator telepon, operator komputer, kasir, dan sebagainya. PT QSM menyediakan buruh untuk programmer, call center, dan sebagainya. Di antara buruh yang disalurkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, memang ada yang disalurkan untuk memiliki hubungan kerja langsung dengan perusahaan pengguna tenaga kerja. Tetapi, ini biasanya hanya berlaku untuk buruh setingkat manajer dan jumlahnya hanya satu dua orang. Untuk sisanya, yang disalurkan secara masif, biasanya memiliki status sebagai buruh outsourcing.
Hal serupa terjadi juga pada aturan mengenai perpanjangan kerja kontrak. Riset Indrasari Tjandraningsih, Rina Herawati dan Suhadmadi yang melakukan survei terhadap 600 responden buruh di sektor metal di tiga provinsi dan tujuh kota, yakni Provinsi Kepulauan Riau (Kota Batam), Jawa Barat (Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang), serta Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto) menemukan fakta mencengangkan. Banyak buruh yang disurvei ternyata mengalami kontrak lebih dari empat kali.
Berikut ini tabel hasil surveinya:

KUANTITAS KONTRAK PROSENTASE
1 kali 31,60%
2 kali 28,60%
3 kali 10,70%
4 – 15 kali 29,10%
TOTAL 100,00%

Temuan lain dari riset mereka adalah, di Kepulauan Riau ada buruh yang dikontrak sampai 9 kali, di Jawa Timur ada yang dikontrak sampai 11 kali, dan di Jawa Barat ada yang dikontrak sampai 15 kali.
Mengenai perlindungan dan syarat-syarat kerja buruh outsourcing sebagaimana diatur dalam UUK yang harus sekurang-kurangnya sama dengan buruh bukan outsourcing, riset Indrasari et al. Justru menemukan adanya diskriminasi antara tiga jenis buruh, yaitu buruh tetap, buruh kontrak dan buruh outsourcing, untuk jenis pekerjaan yang sama di tempat yang sama dengan jam kerja yang sama.
Untuk upah pokok, misalnya, rata-rata upah pokok buruh kontrak lebih rendah 14% dari upah pokok buruh tetap, sementara upah pokok buruh outsourcing lebih rendah 17,45% dari upah pokok buruh tetap. Lalu, terkait upah total, rata-rata upah total buruh kontrak 16,71% lebih rendah dari upah total buruh tetap, sementara upah total buruh otusourcing 26% lebih rendah dari upah total buruh tetap.
Dari sudut pandang hak asasi manusia (HAM), tentu diskriminasi ini bertentangan dengan Pasal 38 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, di mana dinyatakan bahwa, “Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.”
Diskriminasi ini juga bertentangan dengan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) yang disahkan dengan UU No. 11 Tahun 2005, di mana pekerja memiliki hak untuk mendapatkan “remunerasi yang setara untuk pekerjaan yang nilainya setara tanpa pembedaan apapun.”
Diskriminasi ini bisa terjadi karena posisi tawar buruh kontrak dan outsourcing yang lemah. Hubungan kerja mereka yang sementara dan rentan membuat pengorganisiran buruh kontrak dan outsourcing menjadi sulit. Masalah ini ditambah lagi dengan hubungan kerja buruh outsourcing yang bukan dengan perusahaan tempat mereka kerja, tetapi dengan perusahaan penyalur.
Riset Indrasari et al. menemukan bahwa dari keanggotaan serikat buruh yang ada, 75,1% berasal dari buruh tetap dan 24,90% berasal dari buruh kontrak, tetapi tidak ada yang berasal dari buruh outsourcing. Adapun dari buruh-buruh yang tidak berserikat, 28% menyatakan bahwa alasan mereka tidak berserikat adalah karena status mereka yang outsourcing dan takut kehilangan pekerjaan.
Dengan demikian, hubungan kerja kontrak dan outsourcing telah menghambat buruh kontrak dan outsourcinguntuk berserikat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 39 UU HAM, di mana dinyatakan ”Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hal itu juga bertentangan dengan Pasal 22 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang sudah disahkan oleh UU No. 12 Tahun 2005, dan Pasal 8 Kovenan Ekosob tentang hak pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh.
Saat ini, karena kegigihan kaum buruh, persoalan outsourcing telah menjadi perdebatan publik. Wacana yang dominan mengarah kepada pembatasan outsourcing sesuai dengan penafsiran atas UUK yang menyatakan bahwa outsourcing hanya bisa diterapkan di lima jenis pekerjaan, yakni cleaning service, usaha penyediaan makanan (catering) bagi buruh, tenaga pengaman (satpam), usaha penyediaan angkutan buruh dan usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan. Asumsi di balik pandangan ini, UUK tidak bermasalah, masalahnya ada pada penafsiran, pengawasan dan penegakannya. Ada problem dalam pandangan ini. Sebagai target jangka pendek, pembatasan outsourcing bisa saja diperjuangkan.
Namun, sistem outsourcing dan kerja kontrak itu sendiri bertentangan dengan HAM dan tidak bisa diterapkan pada siapa pun tanpa kecuali. Buruh cleaning service, catering, satpam, buruh usaha angkutan pekerja dan buruh jasa penunjang di pertambangan serta perminyakan juga memiliki hak yang sama dengan buruh-buruh di bagian core-business.
Karenanya, sebagai tujuan jangka panjang, UUK No. 13 Tahun 2003 sudah selayaknya dicabut dan diganti dengan UU Ketenagakerjaan yang menghormati HAM dan melarang praktek kerja kontrak serta outsourcing.”

Lalu masalah lain timbul dari masalah sertifikasi kerja yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sertifikasi kerja adalah sistem kerja yang dapat di sebut sebagai senjata pemusnah massal. Secara tidak langsung penerapan yang demikian dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Pasalnya, sertifikasi merupakan sebuah keharusan suatu lembaga/instansi, institusi, perusahaan, dan tempat kerja berbasis kolektif dengan saham yang diperjual belikan, untuk menerapkan suatu kersepakatan sebagai standar persyaratan. Di dalamnya terdapat hukum rimba yang tidak satupun Pekerja/Buruh dapat menghindari sistem tersebut yang telah ditetapkan atasanya (pemlik modal/saham). Adalah konsep ‘senioritas’ yang kini sudah bukan hal tabu lagi dalam pembahasan hukum rimba, perlahan mulai melahap satu persatu keberanian masyarakat indonesia untuk hidup mandiri yang sedari dulu notabene adalah negara agraris yang telah dipaksa mengikuti program kerja industri dan perusahaan. Didalam sebuah sistem kerja indonesia yang menganut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini sangat bertolak belakang dengan penerapan sistem dari si Pemodal yang mengatasnamakan ‘sertifikasi’ yang pada ujungnya penguasa dengan semena-mena menaruh pekerjanya sebagai sumber penghidupannya, hal tersebut juga bertolak belakang dengan krida ke 4 pada Panca Krida. sementara mereka (pemilik modal/saham) membuat kesepakatan yang dengan hal itu, di bawah persyaratan yang mereka tetapkan, mereka mampu membuang t

lyrics

Working Class Hero

The downfall of an old empire 've almost been 20 years
But up to now, what've we earned?
All is going the same wif fearful in these tears
‘n diz land of promise means nothing to get up
When the Capitalist were coming in!
Make a native (Copper) tries to give up!

What the fuck 'em tended,
all of shit wants “gold” heritage,
no cares 'bout how the way they could take
Megaphone is useless,
make money instead of they talk in fake
The world is so damn, there are people illuminated without
How few of payment's worker can kills 'em by unseen shoot
“Bad Mouth, Bad Egg, Basket Case!”
Are a myth made by controlled media (sold)?

Oh, 1st May is a “doomsday” for The Greater who take-over bid
But it's being May Day for much o' Hoper who always gets sad instead
La La Land has been breakin' up,
The Rest of The Alantis is damaged/fucked up!
Who's havin' to get responsibility?
Can Alien brings it back? AIN'T NO AT ALL!

Shit, We don't give a damn at your offer
from shitty plan dat ya shot in our faces
Kinda you're a big one, we gotta slave to
and all the benefits is yours! but we stand fast
We're never lost in settled but it means nothing
to get away for rising the proof.
We ain't gotta shoulder a burden,
but we have any of family to defend then prove

" There are more demo action around! Kinda expression dat comes outta the unsatisfied worker in a union for damn of Enterprise, 'cause they (Worker) is only get under payment standard, they all can't get reachin' employee benefit! "

When everything goes wrong, go fight!
Marsinah will carries on; believin' inside
Remember! We'd been ‘round extraordinary vicious
Mark this! We're never ever let it back and forth!

“A Little Hitler” was already gone,
who's next to replace?
What the fuck he/she comes up is, we'll fire this cold feet!
Modern Plan[t] has proved to us, as diorama of the shit
Cataclysm we always made for disturbing the peace
and fucked up a story of fish

In wonderful place we were born and killed
But we won't let our motherland dominated by Sanders
Who coercing Native betrays the home

This’s most important for us all

Killed by the right drives us bein' a controlled Artist
The left just makes us stuck in machine & signed in work list

ORA ET LABORA!
Keep spirit for our dearest one
Keep believin' for our better future
There's no helper to trust
We are the hero for ourselves

credits

released May 1, 2017
Recorded at Flazh Record Yogyakarta, Indonesia
Mixed & Mastered by Debyo
Song released in May 1st, 2017 on Bandcamp

Rise (C) 2017 Flazh Record

license

all rights reserved

tags

about

You Go Away I'm Here Banjarnegara, Indonesia

You Go Away I'm Here are

Adwin Nugraha on Vocal

Boby Prakoso on Vocal & Right Guitar

Arief Darmawan on Left Guitar & Back. Vocal

Fadel Jojo on Bass & Back. Vocal


"Public United Nothing Kingdom Music & Attitude"


Phone Contact :

+6281229826002
(Bayu)
... more

contact / help

Contact You Go Away I'm Here

Streaming and
Download help

Report this track or account

If you like You Go Away I'm Here - Working Class Hero, you may also like: